

IDNWATCH – Dalam perkembangan yang dinanti pasar global, Amerika Serikat dan China secara resmi mengumumkan kesepakatan untuk menggelar putaran baru perundingan perdagangan. Kesepakatan ini dicapai setelah komunikasi intensif antara pejabat tinggi kedua negara dan menandai upaya serius untuk meredakan ketegangan dagang yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir.
Kesepakatan Dicapai, Perundingan Akan Segera Dimulai
Pengumuman resmi dari kedua ibu kota menyatakan bahwa para negosiator dari AS dan China akan kembali duduk satu meja. “Kedua pihak telah sepakat untuk mengadakan putaran baru perundingan perdagangan yang akan dimulai pekan depan,” ujar seorang juru bicara Departemen Perdagangan AS, seperti dikutip Kompas.com, Jumat (18/10/2025). Lokasi pertemuan belum diumumkan secara detail, tetapi diduga akan digelar di negara netral.

Mencari Titik Temu di Tengah Perselisihan Strategis
Putaran perundingan ini diharapkan dapat membahas perselisihan dagang strategis yang menjadi ganjalan utama, termasuk tarif impor yang saling diterapkan, akses pasar, perlindungan hak kekayaan intelektual, dan subsidi kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) China. Kedua pihak disebut ingin mencari solusi yang saling menguntungkan dan menghindari eskalasi yang dapat menggoyahkan stabilitas ekonomi global.
Sinyal Positif untuk Perekonomian dan Pasar Keuangan Dunia
Kabar kesepakatan untuk berunding ini langsung disambut positif oleh analis dan pelaku pasar. Hal ini dipandang sebagai sinyal de-eskalasi yang dapat mengurangi ketidakpastian yang selama ini membayangi perdagangan global. Harapannya, perundingan yang konstruktif dapat membuka jalan bagi pencabutan sebagian tarif yang selama ini membebani rantai pasok dan biaya perdagangan internasional.
Tantangan Berat Masih Menanti di Meja Perundingan
Meski memberikan harapan, jalan menuju kesepakatan akhir diprediksi tidak akan mulus. Kedua negara memiliki kepentingan nasional dan posisi tawar yang sangat kuat. Keberhasilan perundingan ini akan sangat bergantung pada komitmen politik dari pimpinan tertinggi kedua negara dan kemampuan para negosiator untuk menemukan kompromi-kompromi pragmatis di tengah persaingan strategis yang lebih luas antara Washington dan Beijing.














