
IDNWATCH – Angka Rp 4,1 triliun yang semula disebut sebagai dana yang menjadi perhatian di Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) ternyata tidak akurat. Mantan Pejabat Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, membantah angka tersebut dan mengungkap dua temuan utama yang lebih spesifik dari hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Klarifikasi ini ia sampaikan untuk meluruskan pemberitaan yang ia nilai tidak tepat.
Temuan Pertama: Selisih Tunggakan Pajak Hiburan yang Mencapai Miliaran Rupiah
Temuan pertama yang diungkap Dedi Mulyadi berkaitan dengan tunggakan pajak hiburan. BPK menemukan adanya selisih antara perhitungan dinas pendapatan daerah dengan realisasi pembayaran dari wajib pajak.
“Yang pertama itu tunggakan pajak hiburan. Itu Rp 3,9 miliar,” tegas Dedi Mulyadi, seperti dikutip dari Kompas.com, Rabu (23/10/2025). Ia menekankan bahwa angka ini jauh lebih kecil dari pemberitaan sebelumnya yang menyebut angka triliunan. Temuan ini menyoroti potensi kebocoran dalam administrasi pendapatan asli daerah (PAD) dari sektor hiburan.
Temuan Kedua: Kekurangan Pembayaran Pajak Reklame yang Terlewat
Temuan krusial kedua menyangkut sektor pajak reklame. BPK juga menemukan adanya kekurangan dalam pembayaran pajak ini, yang menunjukkan celah dalam penagihan dan pengawasan.
“Kemudian yang kedua, kekurangan pembayaran pajak reklame Rp 3,8 miliar,” jelas Dedi Mulyadi. Dengan demikian, total dua temuan yang ia sebutkan secara rinci adalah Rp 7,7 miliar (Rp 3,9 miliar + Rp 3,8 miliar), sebuah angka yang sangat jauh dari klaim Rp 4,1 triliun yang sebelumnya beredar.
Dedi Mulyadi Tegaskan Angka Triliunan Itu Tidak Relevan
Dalam pernyataannya, Dedi Mulyadi secara tegas menyanggah angka fantastis Rp 4,1 triliun yang semula dikait-kaitkan dengan temuan BPK. Ia menegaskan bahwa angka tersebut tidak relevan dengan dua temuan spesifik yang ia sampaikan.
“Jadi Rp 4,1 triliun itu tidak relevan dengan dua temuan ini,” ujarnya. Pernyataan ini sekaligus menjadi koreksi atas narasi yang berkembang di publik dan media, dengan membawa data yang lebih konkret dari hasil pemeriksaan resmi BPK.
Implikasi: Sorotan pada Efisiensi dan Administrasi Keuangan Daerah
Dua temuan ini, meski nilainya tidak sebesar yang diduga sebelumnya, tetap menjadi lampu kuning bagi efisiensi dan ketatnya administrasi keuangan di Pemprov Jabar. Kasus tunggakan dan kekurangan pembayaran pajak di dua sektor ini menunjukkan adanya ruang untuk perbaikan sistem dalam mengoptimalkan penerimaan daerah. Klarifikasi Dedi Mulyadi ini diharapkan dapat memfokuskan pembahasan pada masalah yang sesungguhnya, serta mendorong perbaikan tata kelola keuangan daerah yang lebih transparan dan akuntabel.
















