
IDNWATCH – Keputusan Patrick Kluivert untuk meninggalkan posisinya sebagai pelatih tim nasional Indonesia tidak hanya menjadi sorotan media dalam negeri, tetapi juga mendapat perhatian khusus dari media di tanah kelahirannya, Belanda. Pemberitaan di sana mengungkap beberapa sudut pandang yang mungkin menjadi penyebab di balik keputusan sang legenda sepak bola tersebut.
Media Belanda Soroti Masalah di Balik Layar
Beberapa media olahraga terkemuka Belanda, seperti De Telegraaf dan Voetbal International, memberitakan bahwa keputusan Kluivert untuk pergi tidak semata-mata disebabkan oleh hasil pertandingan yang buruk. Pemberitaan mereka menyoroti adanya kesulitan adaptasi dengan budaya sepak bola Indonesia dan kendala struktural dalam organisasi PSSI yang dianggap menghambat kerja sama. Hal ini dinilai membuat Kluivert merasa tidak memiliki kendali penuh atas skuad dan arah tim.
Kluivert Dinilai Tidak Diberi Kewenangan yang Cukup
Salah satu poin utama yang diangkat adalah soal kewenangan. Sebuah laporan menyebutkan bahwa Kluivert merasa frustrasi karena tidak memiliki suara yang kuat dalam menentukan pemain yang akan dipanggil, dengan keputusan akhir seringkali berada di tangan pihak lain dalam struktur kepelatihan atau manajemen timnas. Batasan ini diduga menjadi salah satu faktor kunci yang membuatnya memutuskan untuk mengundurkan diri.
Perbedaan Visi dengan Pimpinan PSSI
Media Belanda juga melaporkan adanya perbedaan visi yang mendasar antara Kluivert dan pimpinan PSSI mengenai arah pengembangan timnas Indonesia ke depannya. Kluivert dikabarkan ingin membangun tim dengan fondasi yang kuat untuk jangka panjang, sementara pihak federasi didorong oleh tekanan untuk mendapatkan hasil instan di setiap pertandingan, menciptakan ketegangan yang sulit didamaikan.
Akhir dari Sebuah “Eksperimen” yang Penuh Tantangan
Pemberitaan di Belanda pada akhirnya menyimpulkan bahwa periode Kluivert di Indonesia adalah sebuah “eksperimen” yang penuh tantangan. Meski dia datang dengan nama besar dan segudang pengalaman, kombinasi dari tantangan budaya, kendala birokrasi, dan ekspektasi yang tidak realistis dari publik dan federasi membuat misinya sulit untuk berhasil. Kepergiannya menandai babak akhir dari sebuah chapter yang singkat namun sarat dengan pelajaran bagi sepak bola Indonesia.
















